Minggu, 10 Februari 2008

Jelantah tak sebatas limbah

Minyak jelantah atau minyak sisa penggorengan oleh sebagian orang sering digunakan kembali untuk menggoreng. Apalagi dengan naiknya harga minyak goreng beberapa waktu lalu, minyak jelantah sering kali menjadi solusi untuk menghemat pemakaian minyak goreng. Tindakan pemakaian ulang minyak goreng sisa sebenarnya beresiko teradap kesehatan karena gugus kimia dalam minyak sisa penggorengan telah berubah. Zat kimia beracun dalam minyak jelantah tersebut di antaranya dapat memicu penyakit kanker dan kelainan pembuluh darah. Jadi memang sebaiknya minyak jelantah tidak digunakan lagi untuk menggoreng. Lantas dibuang saja dan selesai perkara? Tidak juga, karena ketika minyak jelantah ini dibuang di perairan (sungai atau selokan misalnya) atau di tanah (dan meresap ke dalam air tanah), zat kimia di dalamnya dapat membahayakan makhluk hidup yang mengkonsumsi air tersebut.
Erliz Hambali, seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), beberapa waktu lalu menemukan sebuah inovasi pemanfaatan minyak jelantah. Minyak jelantah bisa diolahnya menjadi biofuel, campuran bahan bakar kendaraan. Bus Transpakuan yang melayani masyarakat Bogor telah merasakan penemuan Erliza. Bahkan setelah diuji coba dengan komposisi 30 persen minyak jelantah dan 70 persen solar kondisi mesin kendaraan sama sekali tak terganggu. Minyak jelantah sendiri telah memenuhi standar biodiesel dan dapat mengurangi polusi udara. Dan yang terpenting, penggunaan biofuel minyak jelantah sebagai alternatif bahan bakar, lebih ramah lingkungan karena selain memanfaatkan limbah rumah tangga, olahan minyak jelantah ini juga turut meminimalisir penggunaan petroleum dan resiko polusi air dan udara.
Belakangan industri biofuel minyak jelantah mulai banyak dikembangkan, walaupun sebagian baru sebatas industri skala kecil. Bahan baku minyak jelantah didapat dari rumah tangga maupun dari restoran fast food dengan harga cukup murah, yakni Rp. 500,00 per liter. Dengan biaya pengolahan yang relatif murah, harga jual yang dipatok untuk biofuel minyak jelantah per liternya dapat lebih murah daripada solar. Solusi masa depan berupa penggunaan biofuel sebagai substitusi atau pun komplementer bahan bakar petroleum tampaknya perlu digagas dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Energi alternatif yang relatif murah dan ramah lingkungan serta kemandirian masyarakat untuk mengusahakannya tentu saja tidak hanya menjadi solusi bagi krisis energi namun juga krisis perekonomian yang tengah akut melanda Indonesia.

Tidak ada komentar: